Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Sesungguhnya rizki ada di tangan
Allah semata. Dia lapangkan dan menyempitkan rizki bagi siapa yang Dia
kehendaki. Pastinya dengan hikmah dan keadilan-Nya. Maka betapun usaha dilakoni
seseorang dalam mencari rizki, tidak diperolehnya kecuali sesuai dengan apa
yang telah Allah tetapkan untuknya. Sebaliknya, betapa besar usaha orang untuk
menghalangi sampainya rizki kepadanya maka rizki itu akan tetap
diperolehnya
sebagaimana tidak ada penghalangnya.
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
"Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang beriman." (QS. Al-Ruum: 37)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mengajari zikir sesudah shalat,
اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا
مَنَعْتَ
"Ya Allah, tidak ada yang
bisa mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang
Engkau cegah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Imam al-Thabrani meriwayatkan dalam
al-Kabirnya, dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam beliau bersabda,
إن الرِّزق ليَطْلب العبد أكثر مما يطلبه أجَلُه
"Sesungguhnya rizki mencari
hamba lebih banyak daripada ajal mencarinya." (Dishahihkan Syaikh
Al-Albani dalam Shahih al-Jami')
Sesungguhnya jatah rizki seperti
jatah umur. Tidak akan habis, jika belum sampai habis ajal. Sehingga kita tidak
akan terlalu bersedih dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau harus tetap
berusaha dengan mempercayakan kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan
perbaguslah dalam mencari rizki! Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak
akan mati kecuali telah sempurna rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan
perbaguslah dalam mencari rizki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram."
(Disebutkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866)
Maka kewajiban hamba dalam rizki ini
ada dua perkara: Pertama, mengusahakan sebab yang dibolehkan syariat untuk
memperoleh rizki yang halal. Kedua, ridha dengan pembagian Allah kepadanya
karena hakikat ketetapan Allah atas hamba mukmin adalah baik. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ
وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan
urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik; ?dan itu
tidak dimiliki kecuali orang mukmin. Jika ia mendapat kelapangan, ia bersyukur,
maka itu baik baginya. Jika mendapat kesulitan/kesusahan, ia bersyukur, maka
itu baik baginya." (HR. Muslim)
Hakikat Kebahagiaan Hidup di Dunia
Perlu dipahami, hakikat kebahagiaan
di dunia ini bukan semata dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kebahagiaan itu
dengan iman, qana'ah, dan ridha dengan pembagian Allah Ta'ala. Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Nahl: 97)
Balasan Hayah Thayyibah berlaku pada
kehidupan dunia. Bentuknya berupa tenangannya hati dan tentramnya jiwa serta
tidak disibukkan dengan godaan-godaan yang memalingkan hatinya. Bentuk lainnya,
Allah memberikan rizki yang halal lagi baik kepadanya dari jalan yang tak
disangka-sangka.
Ali bin Abi Thalib menafsirkannya
dengan qana'ah (merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah).
Al-Dhahak berkata, "Ia (hayah
thayyibah) adalah rizki halal dan ibadah di dunia." Dalam perkataan beliau
yang lain, "Ia adalah amal ketaatan dan senang dengannya." Namun yang
benar menurut Ibnu Katsir, Hayah Thayyibah mencakup semua ini secara
keseluruhan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih,
"Sungguh beruntung orang yang telah masuk islam, diberi rizki yang cukup,
dan diberikan rasa cukup (qana'ah) oleh Allah atas apa yang telah diberikan
kepadanya." (HR. Muslim, al-Tirmidzi dan Ahmad)
.
. . janganlah terlampau sedih dan berduka saat dunia berkurang. . .
Saat Rizki Berkurang
Sesungguhnya dunia di sisi Allah
tidak memiliki nilai lebih. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pernah membuat permisalan, dunia lebih hina daripada bangkai anak kambing yang
cacat. Dan jika dunia itu memiliki nilai di sisi Allah seberat sayap nyamuk
niscaya orang kafir tidak akan diberi minum di dunia ini. (HR. Ibnu Majah)
Maka sesuatu yang hina tidaklah
layak memalingkan kita dari akhirat dan mempersipakan bekal perjumpaan dengan
Allah 'Azza wa Jalla. Saat ia berkurang atau hilang tidaklah boleh
menjadikan kita kehilangan harapan kenikmatan yang abadi di surga. Maka
janganlah terlampau sedih dan berduka saat dunia berkurang. Jangan putus asa
dan merasa menjadi orang sengsara. Lihatlah orang lain yang taraf ekonominya di
bawahmu -dan jangan pandang yang di atasmu-, niscaya kamu akan mendapati nikmat
Allah ada padamu. Yakinlah, jika engkau sekarang fakir maka banyak orang yang
hidupnya terbebani dengan hutang-hutang. Jika jumlah harta yang ada di tanganmu
sedikit, maka ketahuilah bahwa ada orang selainmu yang kehilangan harta,
kesehatan, dan anaknya. Ridhalah dengan takdir Allah dalam pembagian rizki ini.
Ketahuilah, Allah hanya menghendaki kebaikan untukmu dalam takdir-Nya ini.
Saat mendapati hidup yang sempit dan
kekurangan rizki ada beberapa sikap yang harus diambil: Pertama,
menambah sifat qana'ah. Kedua, mengusahakan sebab rizki sambil
bertawakkal kepada Allah Ta'ala. Ketiga, melaporkan kesusahannya
kepada Allah dengan berdoa dan bersimpuh di hadapan-Nya dalam shalat, khususnya
pada qiyamulail di sepertiga malam terakhir. Saat itu Allah turun ke langit
dunia dan menawarkan kepada para hamba-Nya: Siapa yang mau berdoa kepada-Ku
niscaya aku kabulkan doanya, Siapa yang meminta kepada-Ku siscaya aku beri
permintaannya, siapa yang memohon ampun kepada-Ku niscara Aku mengampuninya.
Allah 'Azza wa Jalla
berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa:
132)
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan
riwayat yang menunjukkan bahwa shalat dalam ayat di atas adalah shalat malam.
Kemudian beliau berkata, "Yakni apabila kamu tegakkan shalat maka rizki
akan datang kepadamu dari jalan yang tak pernah kamu sangka-sangka."
.
. . karunia Allah didapatkan dengan ketaatan dan suka berbuat baik kepada
sesama . . . kemaksiatan dan sikap buruk kepada orang merupakan sebab kesulitan
dan kesusahan. . . .
Keempat, meningkatkan taubat dan memperbanyak istighfar. Karena
maksiat itu menjadi sebab sempitnya rizki dan datangnya kesulitan. Hal ini
sebagaimana dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
"Sesungguhnya seseorang diharamkan rizki disebabkan dosa yang
dilakukannya." (HR. Ahmad dan selainnya)
Allah Ta'ala berfirman tentang
petuah Nabi Nuh 'alaihis salam kepada umatnya agar banyak istighfar,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
"Maka aku katakan kepada
mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai"." (QS. Nuuh:
10-12)
Allah menerangkan tentang titah Nabi
Hud kepada kaumnya untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan
fisik dan turunnya rizki,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى
قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
"Dan (Hud berkata):
"Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya,
niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat
dosa"." (QS. Huud: 52)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ
ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا
يَحْتَسِبُ
"Siapa yang kontinyu
beristighfar maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya,
kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak
ia sangka." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Selanjutnya isi kehidupan dengan
ketaatan dan kebaikan. Sesungguhnya karunia Allah didapatkan dengan ketaatan
dan suka berbuat baik kepada sesama. Sebaliknya kemaksiatan dan sikap buruk
kepada orang merupakan sebab kesulitan dan kesusahan. Karena sesunggguhnya
balasan sesuai dengan jenis amal. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Source: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/12/20/28240/4-sikap-saat-rizki-berkurang/#sthash.21VS40wo.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar